Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan penjelasan terkait isu bahwa tunjangan yang diterimanya mencapai Rp33 miliar. Dalam pernyataannya, ia secara terbuka mengungkapkan gaji dan tunjangan yang ia terima selama menjabat sebagai gubernur.

Sejak menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat sejak Februari 2025 lalu, Dedi Mulyadi sering menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi karena beberapa kebijakannya yang dinilai pro rakyat serta gaya hidupnya yang sederhana.
Beberapa waktu lalu, isu tentang besarnya gaji dan tunjangan Dedi Mulyadi sebagai gubernur beredar di media sosial. Isu tersebut menyebutkan bahwa jumlahnya mencapai Rp33 miliar. Namun, Dedi langsung memberikan klarifikasi.
Menurut Dedi, penghasilan tetap yang ia terima setiap bulan hanya berupa gaji pokok sebesar Rp8,1 juta. Selain itu, ia juga mendapat beberapa fasilitas. Namun, ia telah memangkas beberapa dari fasilitas tersebut untuk menghemat anggaran.
“Sejak awal saya terbuka menyampaikan, gaji gubernur dan tunjangannya itu sebesar Rp8,1 juta dalam setiap bulan,” ujarnya dalam akun Instagramnya @dedimulyadi71.
Ia juga menjelaskan bahwa ia tidak mengambil baju dinas maupun mobil dinas. Bahkan, ia mengklaim bisa melakukan penghematan terkait perjalanan dinas gubernur.
“Baju dinas saya tidak ambil, saya beli sendiri. Mobil dinas juga tidak saya pakai,” tegasnya.
“Setelah saya menjabat, anggaran perjalanan dinas saya turunkan menjadi Rp750 juta. Dan sekarang, di perubahan APBD tahun 2025, anggaran itu diturunkan lagi menjadi Rp100 juta. Tahun ini baru terpakai Rp74 juta,” tambahnya.
Dedi mengatakan bahwa langkah tersebut dilakukan untuk menekan pemborosan sekaligus mengalihkan anggaran agar lebih banyak bermanfaat bagi masyarakat. Menurutnya, dana operasional tersebut bisa digunakan untuk membantu masyarakat.
“Dengan APBD Jawa Barat, dana operasional itu sekitar Rp28 miliar. Jumlah itu dibagi dua, gubernur 75 persen dan wakil gubernur 25 persen. Jadi yang saya terima sekitar Rp21,6 miliar per tahun,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut digunakan semuanya untuk belanja kepentingan rakyat. Beberapa contohnya adalah:
- Membantu orang sakit di rumah sakit
- Menanggung biaya transportasi keluarga pasien
- Membiayai sekolah yang butuh pengecatan
- Membantu rumah roboh
- Memperbaiki jalan desa rusak
- Membangun ulang jembatan gantung yang putus
“Biaya operasional ini semuanya diperuntukkan bagi masyarakat, tidak saya ambil untuk pribadi,” ujarnya.
Dedi Mulyadi siap jika biaya operasional itu dihapus, namun ia memikirkan nasib rakyat. Pasalnya, banyak rakyat yang terbantu dengan hal tersebut.
“Saya pribadi tidak ada masalah jika biaya operasional dihapus. Tapi yang dirugikan bukan saya dan keluarga, melainkan masyarakat. Karena banyak peristiwa mendadak yang tidak teranggarkan dalam APBD,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Dedi Mulyadi kembali menegaskan bahwa isu tunjangan Rp33 miliar tidak benar. Ia menegaskan bahwa uang tersebut tidak dipakai untuk kepentingan pribadinya, melainkan untuk membantu rakyat.
“Kalau operasional dihapus, nanti saya hanya bisa mengandalkan pemasukan dari YouTube. Banyak orang tidak akan tertolong nyawanya karena tidak punya biaya untuk ke rumah sakit, banyak rumah roboh tidak bisa saya bantu, anak-anak yatim pun kesulitan. Bukan untuk Kepentingan Saya.”
“Jangan salah persepsi. Dana operasional itu bukan untuk kepentingan saya, tapi untuk kepentingan rakyat. Setiap rupiah saya keluarkan untuk masyarakat. Jadi kalau ada yang bilang saya dapat Rp33 miliar untuk pribadi, itu tidak benar,” tegasnya.
