
Penyakit Gagal Ginjal: Kisah Sema Chintyadeni
Penyakit gagal ginjal terjadi ketika fungsi ginjal mengalami penurunan yang signifikan atau bahkan berhenti sepenuhnya. Kondisi ini membuat tubuh tidak dapat membuang limbah dengan efektif, yang dapat menyebabkan kelebihan cairan. Umumnya, penyakit ini lebih sering dialami oleh orang-orang di atas usia 40 tahun, terutama mereka yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes, atau gaya hidup yang kurang sehat. Namun, kisah Sema Chintyadeni, seorang perempuan berusia 32 tahun dari Bekasi, Jawa Barat, menunjukkan bahwa penyakit ini dapat menyerang siapa saja, bahkan yang masih muda.
Diagnosis Gagal Ginjal di Usia Muda
Pada Maret 2024, Sema mulai merasakan gejala yang tidak biasa. Ia mengalami hilangnya nafsu makan selama beberapa bulan, disertai mual dan muntah yang parah. Gejala ini membuatnya khawatir, terutama ketika ia menyadari kantong matanya membesar dan munculnya lebam di sekujur tubuhnya. Merasa ada yang tidak beres, ia pun memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam.
Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menunjukkan keprihatinan terhadap kondisi kantong matanya yang tidak biasa untuk wanita seusianya. Sema kemudian menjalani tes darah lengkap, dan hasilnya menunjukkan adanya gangguan pada fungsi ginjalnya. Kadar ureum dan kreatinin dalam darahnya sangat tinggi, jauh di atas batas normal. Kadar kreatinin normal untuk pria dewasa berkisar antara 0,6-1,2 mg/dL dan untuk wanita dewasa antara 0,5-1,1 mg/dL. Sementara itu, kadar ureum normal berkisar antara 10-40 mg/dL.
Pola Hidup Sehat yang Terabaikan
Sema terkejut dengan diagnosis gagal ginjal stadium 5 yang diterimanya. Ia mengaku telah menjalani gaya hidup sehat dengan rutin mengonsumsi air putih, menghindari alkohol, serta berolahraga ringan. Setiap hari, ia mengkonsumsi 2-3 liter air mineral dan berusaha menjaga pola makan. Namun, satu hal yang terlupakan adalah riwayat hipertensi yang dimilikinya sejak usia 25 tahun. Ia hanya sesekali mengonsumsi obat penurun tekanan darah, yang biasanya diingatkan oleh ibunya.
Sema menyadari bahwa pola makannya tidak seimbang. Ia memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi natrium, seperti bakso dan siomay, yang meningkatkan risiko kesehatan. “Kesalahan saya adalah tidak memperhatikan asupan garam dan gula dalam makanan. Sekarang saya lebih menyadari pentingnya makanan sehat dan memasak sendiri agar tahu betul apa yang saya konsumsi,” ujarnya.
Perubahan Hidup Setelah Diagnosis
Setelah diagnosis, kehidupan Sema berubah drastis. Ia harus menjalani cuci darah dua kali seminggu untuk membantu mengeluarkan racun dari tubuhnya, karena ginjalnya tidak lagi mampu melakukannya dengan baik. Kondisi fisiknya pun terpengaruh, dengan wajah yang sedikit bengkak akibat penumpukan cairan. Meskipun begitu, Sema tetap berusaha untuk menjaga kebiasaan minum air putih yang cukup demi kesehatan tubuhnya.
Kesadaran akan Kesehatan
Kisah Sema menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kesehatan dan menyadari gejala-gejala yang mungkin tampak sepele namun dapat berujung pada masalah serius. Ia berharap cerita hidupnya bisa menginspirasi orang lain untuk lebih peduli terhadap kesehatan, terutama dalam hal pola makan dan perawatan kesehatan rutin.
Dalam menghadapi tantangan baru ini, Sema bertekad untuk tidak hanya memperbaiki pola makannya, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit ginjal. Dengan berbagi pengalaman melalui media sosial, ia berharap informasi dan pengalamannya dapat membantu orang lain untuk lebih memahami risiko dan pentingnya menjaga kesehatan ginjal.
Penyakit gagal ginjal tidak mengenal usia, dan penting bagi kita semua untuk memperhatikan kesehatan ginjal dengan cara menjalani gaya hidup sehat dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.