Kecelakaan Mobil Pajero di Surabaya: Kerugian Besar dan Ganti Rugi yang Minim
Kasus kecelakaan yang melibatkan mobil Pajero dan sebuah ruko percetakan di Surabaya kembali mencuri perhatian publik. Pada 7 Januari 2025, sebuah insiden terjadi ketika Oei Kie Lay, seorang pengemudi berusia 66 tahun, salah menginjak pedal gas saat hendak memarkir kendaraannya. Akibatnya, mobil tersebut menabrak ruko percetakan CIDO (Citra Document Solution) Printing yang terletak di Jalan Klampis Jaya, merusak sejumlah mesin produksi dan menyebabkan kerugian besar.
Kerugian yang Dirasakan
Pengakuan dari pihak ruko, Adiwena Nalendra, menunjukkan bahwa kerugian yang dialami akibat kecelakaan ini mencapai Rp 3 miliar. Meskipun Oei Kie Lay telah memberikan uang jaminan sebesar Rp 100 juta, Adiwena menilai bahwa jumlah tersebut sangat tidak sebanding dengan kerugian yang sebenarnya. Ia menjelaskan, “Uang Rp 100 juta yang diberikan Pak Lay adalah komitmen agar tidak kabur, namun itu di luar perhitungan kerugian Rp 3 miliar.”
Proses Hukum dan Vonis
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis kepada Oei Kie Lay dengan hukuman tiga bulan penjara, tanpa perintah penahanan. Vonis ini dianggap lebih ringan dibandingkan tuntutan dari jaksa yang meminta hukuman lima bulan penjara. Hakim berpendapat bahwa Lay telah bersikap kooperatif selama proses persidangan dan menunjukkan itikad baik dengan menyerahkan uang ganti rugi serta melakukan perbaikan terhadap bangunan yang rusak.
Namun, Adiwena merasa bahwa keputusan tersebut tidak adil. Ia mengungkapkan, sehari sebelum putusan, Lay sempat menawarkan uang ganti rugi sebesar Rp 250 juta, tetapi tawaran tersebut ditolak karena saran dari pengacara yang mengkhawatirkan akan mempengaruhi proses hukum.
Kesulitan dalam Mediasi
Adiwena juga menceritakan bahwa proses komunikasi dan mediasi dengan Oei Kie Lay sangat sulit. Ia mengklaim bahwa Lay tidak pernah menanggapi pesan yang ia kirimkan, hingga akhirnya hakim meminta agar Lay berkomunikasi dengan korban. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpuasan dari pihak Adiwena terhadap sikap dan tanggung jawab Lay.
Kerugian yang Detail
Rudy Harry Wijaya, kuasa hukum korban, menjelaskan bahwa kerugian yang dialami tidak hanya terbatas pada kerusakan fisik bangunan. Mesin-mesin penting seperti Heidelberg Ricoh Pro C7100, Trotec Seppedy 100, dua mesin cutting, serta komputer dan perangkat produksi lainnya juga hancur dan tidak dapat digunakan lagi. “Dengan kerugian sekitar Rp 3 miliar, ganti rugi Rp 100 juta itu tidak sebanding. Itu hanya untuk perbaikan fisik bangunan saja,” ujarnya.
Rencana Tindak Lanjut
Rudy berencana untuk mengajukan gugatan perdata terkait kerugian yang dialami oleh CIDO. “Kami masih menunggu tindak lanjut dan diskusi bersama tim, tetapi ke depannya ada rencana untuk menggugat secara perdata karena terkait kerugian ini sama sekali tidak ada ganti rugi yang memadai,” ungkapnya.
Penawaran Ganti Rugi yang Ditolak
Di sisi lain, Bryan Immanuel, anak terdakwa, menjelaskan bahwa mereka telah berusaha menawarkan uang ganti rugi dua kali, namun semua tawaran tersebut ditolak. “Kami menawarkan Rp 100 juta untuk menambah biaya ganti rugi, tetapi ditolak. Kemudian, kami menawarkan tambahan ganti rugi Rp 250 juta, tetapi tetap ditolak,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa penolakan tersebut disebabkan oleh keinginan Adiwena untuk mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3 miliar.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan kompleksitas yang sering terjadi dalam proses hukum terkait kecelakaan. Dengan kerugian yang sangat besar dan ganti rugi yang dianggap tidak memadai, pihak korban berusaha untuk mendapatkan keadilan dan kompensasi yang sesuai dengan kerugian yang dialami. Sementara itu, proses hukum dan tawaran ganti rugi yang ditolak menambah lapisan ketegangan antara kedua belah pihak.
