Kebijakan Pendidikan di Lampung: Tantangan Sekolah Swasta
Kebijakan yang diterapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, mengenai larangan menahan ijazah siswa, telah memicu reaksi tajam dari berbagai kalangan, terutama sekolah-sekolah swasta. Tanpa adanya dukungan pendanaan yang memadai, banyak lembaga pendidikan swasta di Lampung menghadapi ancaman serius yang dapat berujung pada penutupan.
Ketidakpuasan dari Sekolah Swasta
Suprihatin, selaku Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa jika semua pendidikan harus diberikan secara gratis, lalu dari mana pihak sekolah dapat membiayai gaji guru dan operasional lainnya? Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima setiap siswa, yang hanya sebesar Rp1,6 juta per tahun, tidak cukup untuk menutupi biaya tersebut, apalagi untuk membayar honorarium guru.
Kritik Suprihatin terhadap kebijakan ini juga menyentuh pada dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Menurutnya, instruksi yang tampak populis ini justru berpotensi merugikan kualitas pendidikan di daerah tersebut. Ia menekankan bahwa keinginan untuk membantu siswa tidak bisa mengesampingkan kenyataan bahwa dukungan dari pemerintah pun masih sangat minim bagi sekolah swasta.
Ancaman Penutupan Sekolah
Suprihatin memprediksi bahwa tiga sekolah swasta di Lampung mungkin harus tutup pada tahun ajaran mendatang. Beberapa faktor penyebabnya adalah jumlah siswa yang semakin berkurang, keterbatasan dana BOS, serta tekanan dari kebijakan yang tidak melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan.
Tentu saja, situasi ini sangat memprihatinkan. Selain ancaman penutupan, ada juga masalah lain yang muncul, seperti sekolah negeri yang membuka jurusan baru tanpa melakukan konsultasi dengan sekolah swasta di sekitarnya. Misalnya, salah satu SMK Negeri membuka jurusan perhotelan tanpa izin, yang seharusnya mematuhi aturan mengenai persetujuan dari lembaga pendidikan swasta yang ada di area tersebut.
Menyentuh Aspek Hukum dan Keadilan
Suprihatin juga menyoroti pentingnya mengingat kembali Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab atas biaya pendidikan. Pasal 10 UU tersebut menekankan bahwa peserta didik juga ikut menanggung biaya pendidikan, kecuali yang telah dibebaskan oleh ketentuan hukum.
“Ini bukan sekadar masalah menahan ijazah, tetapi bagaimana kita dapat mengelola hak dan kewajiban tersebut secara adil,” tegasnya. Ia berharap Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah ini. Suprihatin mengingatkan bahwa pendidikan berkualitas harus menjadi prioritas, tidak hanya bagi sekolah negeri, tetapi juga bagi sekolah swasta yang telah berkontribusi dalam mencerdaskan generasi bangsa.
Harapan untuk Masa Depan
Dengan tantangan yang dihadapi oleh sekolah swasta, Suprihatin berharap agar pemerintah dapat melihat mereka sebagai mitra dalam pendidikan, bukan sebagai beban. Ia menyerukan perlunya kerjasama yang lebih baik antara pemerintah dan sekolah swasta untuk memastikan pendidikan yang merata dan berkualitas bagi semua anak.
Dalam konteks ini, dialog yang konstruktif dan kebijakan yang inklusif sangat diperlukan untuk menciptakan iklim pendidikan yang sehat. Hanya dengan kerjasama yang baik, pendidikan di Lampung dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
